PEKANBARU ( Cakralink.com) – Dekan Fakultas Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau (Unri), Syafri Harto, diperiksa, Rabu (10/11/2021), terkait dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional (HI) berinisial L.
L melaporkan dugaan pelecehan oleh Syafri Harto ke Polresta Pekanbaru, Jumat (5/11/2021). Satu hari setelah itu, Sabtu (6/11/2021), Syafri Harto melaporkan pencemaran nama baik atas dirinya ke Polda Riau.
Penanganan kasus dugaan pelecehan itu akhirnya dilimpahkan ke Polda Riau. Penyidik Polda memanggil Syafri Harto untuk dimintai keterangan sebagai terlapor.
“Sudah datang. Sedang diperiksa dan masih diperiksa di ruang pemeriksaan Reskrimum,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Riau, Kombes Teddy Ristiawan.
Pemanggilan terhadap Syafri Harso merupakan yang pertama sejak kasus ini dilaporkan. Selain Syafri Harso, penyidik juga sudah memeriksa saksi lainnya.
Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto mengatakan, sudah enam saksi diperiksa. Di antaranya adalah korban dan keluarganya.
“Sudah enam saksi kita ambil keterangan, termasuk korban. Ada juga pihak kampus dan keluarga korban,” jelas Sunarto.
Selain memanggil saksi, penyidik juga menyita sejumlah barang bukti. “Ada beberapa yang sudah kita amankan,” ucap Sunarto.
L sebelumnya menyampaikan curhatannya soal pelecehan seksual yang dialaminya dalam video yang diunggah di akun Instagram resmi Korps Mahasiswa HI (Komahi) UNRI, dengan nama akun @komahi_ur.
Presiden Mahasiswa BEM UNRI, Kaharuddin mengatakan, pihaknya akan mengawal kasus ini, agar bisa diusut sampai tuntas. Ia pun tidak ingin, rekan mahasiswi yang menjadi korban, malah ujungnya nanti dikriminalisasi.
“Atau yang meng-upload video akan dijerat dengan UU ITE, sudah keluar kabar seperti itu. Kami akan melindungi,” jelas Kaharuddin, disela-sela kegiatan mendampingi korban membuat laporan resmi ke polisi.
Sementara, Noval Setiawan, Pengacara Publik LBH Pekanbaru, yang mendampingi korban menyebut saat ini korban masih harus menjalani proses assessment bersama psikolog UPT Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Pekanbaru.
“Korban saat ini masih belum stabil, masih ketakutan,” ucapnya.
Sumber : Cakaplah.com