KAMPAR ( Cakralink.com) – Tim Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menemukan kesenjangan dalam ganti rugi pembebasan lahan untuk jalan tol Pekanbaru-Bangkinang, Kabupaten Kampar. Jumlah ganti rugi bervariasi, dan cukup mencolok.
Hal itu diketahui setelah tim dari Kejati Riau selaku pendamping pengerjaan proyek turun ke lapangan. Adanya kesenjangan ganti rugi lahan itu menjadi salah satu kendala dalam proses pembangunan jalan tol tersebut.
Proyek tol Pekanbaru-Bangkinang dikerjakan sepanjang 40 kilometer oleh PT Hutama Karya (HK). Ditargetkan akhir 2021, infrastruktur yang menjadi salah satu proyek strategis nasional di Bumi Lancang Kuning ini bisa beroperasi.
“Setelah kami turun ke lapangan yang menjadi kendala adalah terjadinya kesenjangan dalam menerima ganti rugi yang cukup jauh, cukup mencolok,” ujar Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, Senin (8/11/2021).
Raharjo mengungkapkan, ada warga yang mendapat ganti rugi Rp600 ribu per meter persegi. Namun di sisi lain, ada warga yang mendapat ganti rugi hanya Rp33 ribu per meter persegi.
Atas temuan itu, Kejati Riau Riau berkoordinasi dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Kepala Satuan Kerja dan Kantor Wilayah Bandan Pertanahan (BPN). Dari koordinasi itu, diketahui kalau perbedaan harga ganti rugi lahan berasal dari penilaian Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).
Kejati Riau, kata Raharjo, menyarankan kepada KJPP agar setara menilai ganti rugi lahan. “Kita saran kan baik-baik pada KJPP, kekeliruan KJPP di situ, mereka hanya menilai setara eksisting lahan di tempat tadi tapi tidak meng-overlay atau mencocokkan dengan rencana detail RTRW di Kampar. Mereka beralasan tidak mau menilai lagi,” papar Raharjo.
Tidak sampai di situ, Kejati Riau selaku Jaksa Pengacara Negara menyampaikan kesenjangan itu kepada Sekretaris Daerah Provinsi Riau dan PT HK selaku main kontraktor serta pihak terkait lainnya. PT HK prinsipnya tidak masalah jika dilakukan peninjauan ulang tapi KJPP tidak mau menilai.
“Kemudian kita diskusikan lagi dengan mengundang KJPP Pembanding. Sebenarnya ada beberapa cara, antara lain dengan 14 hari setelah musyawarah, masyarakat bisa mengajukan gugatan sederhana ke pengadilan dengan menggunakan KJPP tandingan,” tutur Raharjo.
Hanya saja, KJPP tandingan ternyata tidak juga ada yang mau melakukan penilaian. Karena jangka waktu sudah leweat 14 hari, maka jalan terakhir yang dilakukan adalah konsinyasi.
“Kita tunggu data dari PPK dalam hal ini unsur Kementerian Pekerjaan Umum untuk membuat surat kuasa khusus. Nanti jangka waktu 14 hari, akan muncul penetapan terkait dengan konsinyasi tadi,” tutur Raharjo.
Berbagai upaya yang sudah dilakukan Kejati Riau dibantu pihak lainnya. Dari 2,5 km yang terkendala pembebasan lahannya, kini hanya tinggal sekitar 500 meter lagi yang belum dilakukan.
“Terakhir, kami diskusi dengan Kakanwil (BPN) dan pihak Agraria, agar dibantu bersurat kepada dewan penilai. Mudah-mudahan dengan cara konsinyasi, masyarakat yang menerima Rp33 ribu per meter, bisa menerima yang lebih layak lagi,” pungkasnya. Raharjo menyebut, jika proyek ini selesai maka akan jadi jalan tol terpanjang.
“Kalau ini terwujud, akan jadi (tol) terpanjang di Indonesia,” ucap dia.
Sumber : Cakaplah.com